Rabu, 11 Januari 2012

Pembangunan SMAN 1 Pasaman di Penghujung Tahun 2011

Seiring dengan pergantian kepala sekolah, SMA Negeri 1 Pasaman seperti mendapat durian runtuh dengan beruntunnya bantuan yang diterima dari pemerintah. Yang pertama adalah pembangunan enam lokal Ruang Kelas Baru (RKB) dari bantuan Dana APBN Bansos Tahun 2011. Pembangunannya sudah dimulai sejak bulan Nofember 2011 lalu, dan sudah mendekati penylesaian pada Januari 2012 ini.

Sabtu, 22 Oktober 2011

TIPS BELAJAR BIOLOGI

1. RASIONAL

Pada umumnya, para siswa mengangggap pelajaran Biologi hanya “sebelah mata” saja. Mengapa demikian? Sebab menurut alasan mereka, asal sering dibaca dan mendengarkan guru pada saat menerangkan di kelas, so pasti beres. Kemudian otomatis nilai Biologi pun menjadi bagus. Betulkah demikian ? Sesederhana itukah cara belajar Biologi itu? Untuk menjawab tidak, rasanya bagi siswa yang pandai faktanya memang benar, namun untuk menjawab ya, bagi siswa yang lain yang jumlahnya justru lebih banyak, ternyata hasilnya kurang bagus, kalau tidak mau dikatakan jelek. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana cara mempelajari Biologi yang dapat diikuti oleh semua siswa dengan mudah? Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas memang tidak semudah membalik telapak tangan, namun diperlukan “cara jitu” untuk dapat belajar Biologi dengan mudah.

2. TIPS BELAJAR BIOLOGI

Untuk dapat belajar Biologi dengan mudah, pertama-tama yang harus dilakukan, antara lain adalah :

a. Menumbuhkan Rasa Senang Terhadap Biologi

Cara termudah untuk menumbuhkan rasa senang terhadap Biologi adalah dengan menganggap buku Biologi sebagai buku bacaan yang menyenangkan, misalnya seperti buku cerita Harry Potter atau komik Crayon Sinchan, sehingga kemana-mana selalu dibawa dan setiap ada waktu luang dapat dibaca. Disamping itu, untuk menumbuhkan rasa senang terhadap Biologi dapat pula dengan cara mengambil sesuatu yang menarik dari Biologi guna diperkenalkan kepada masyarakat. Misalnya mengambil gambar virus penyebab penyakit AIDS, yaitu HIV (Human Immuno Deficiency Virus) yang diperbesar dan disablonkan pada T-Shirt atau mengadakan penelitian di alam terbuka, praktikum di laboratorium dan sebagainya.

b. Secepat Mungkin Menyelesaikan Kesulitan

Bila kita sudah mulai senang dengan pelajaran Biologi, maka secara otomatis kita ingin mendalami Biologi. Namun tidak jarang pada saat kita membaca buku-buku Biologi tersebut terganggu dengan istilah-istilah yang asing yang tidak dimengerti, atau pengertian-pengertian yang membingungkan. Jika menemukan hal yang demikian, maka segera saja menanyakan jawabannya kepada bapak dan ibu guru Biologi atau kita dapat mencari jawabannya pada kamus Biologi. Sebab bila kesulitan-kesulitan tersebut dibiarkan sampai berlarut-larut maka motivasi kita dalam belajar Biologi akan menurun. Bila hal ini terjadi, maka kita akan menganggap pelajaran Biologi itu sulit.

c. Membaca Secara Keseluruhan (Tuntas)

Bila saat ini kita akan menghadapi ujian, baik UTS maupun UAS maka segera siapkan buku catatan dan buku paket, lalu mulailah membaca bab-bab yang akan diujikan. Jangan lupa membaca indikator pada setiap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dipelajari, karena indikator merupakan materi penting yang harus dikuasai siswa dan pasti akan diujikan. Bab-bab yang sudah dibaca diberi tanda sehingga seluruh bab yang diujikan sudah terbaca. Pada tahap ini mungkin kita hanya dapat menyerap isinya antara 60-70 % atau mungkin di bawah itu, walaupun pernah diajarkan. Namun hal itu tidak menjadi masalah, sebab kita sudah mengetahui secara keseluruhan materi yang harus kita kuasai.

d. Pendalaman Masing-Masing Bab

Untuk dapat mendalami masing – masing bab dalam Biologi, ternyata tiap-tiap bab mempunyai karakteristik tersendiri cara pendalamannya. Contoh bab yang membahas Genetika (Pewarisan Sifat), pendalaman yang tepat adalah dengan cara sering mengerjakan latihan soal-soal, sebab didalamnya banyak dasar-dasar Matematika yang digunakan.Untuk bab-bab yang menekankan segi hafalan dan banyak menggunakan nama-nama latin, pendalaman yang pas adalah dengan mencoba menuliskan kembali nama-nama latin tersebut secara berulang-ulang sampai benar – benar hafal. Sedang untuk bab-bab yang menekankan proses dan letak, misalnya anatomi dan fisiologi (struktur dan fungsi) tubuh manusia, pendalaman yang paling mudah adalah dengan membuat “mind mapping” atau bagan (sketsa) boleh juga gambar yang memudahkan proses dan letak sesuatu bab tersebut. Sebab dengan sekali melihat “mind mapping” atau bagan (sketsa) atau juga melihat gambar dapat melebihi seribu kata-kata sebagai penjelasan.

e. Menghubungkan antara Bab Satu dengan Bab yang lain dan dengan disiplin ilmu yang lain

Setelah kita mendalami masing – masing bab, maka selanjutnya menghubungkan antara bab satu dengan bab lain yang saling berkaitan. Sebab ada bab yang menjadi prasyarat bab yang lain.Contohnya, kita akan kesulitan belajar Bioteknologi bila sebelumnya kita belum belajar Genetika (Pewarisan Sifat), Biologi Sel, Kimia, Reproduksi, sebab ilmu–ilmu tersebut mendasari untuk belajar Bioteknologi. Disamping itu, perlu juga dihubungkan dengan disiplin ilmu yang lain, misalnya untuk dapat belajar Evolusi dengan baik, maka kita harus belajar Sejarah, Geologi, dan Anthropologi. Begitu seterusnya sehingga bab yang telah kita pelajari terdahulu tidak mudah lupa. Selain itu juga meyakinkan kita bahwa belajar Biologi mempunyai makna yang sangat luas.

f. Membuat “Jembatan Keledai” dan “Main Mapping”

Otak kita ibarat mesin perekam yang mempunyai “keterbatasan”. Oleh sebab itu, bila terlalu banyak informasi yang masuk, apalagi tidak teratur, maka jika sewaktu-waktu kita ingin “memanggil” akhirnya akan kesulitan. Untuk menghindari hal tersebut, maka informasi yang kita peroleh dari membaca harus kita atur sedemikian rupa sehingga memudahkan kita mengingat. Caranya dapat dengan membuat “jembatan keledai”, contoh untuk mengingat persebaran hewan Indonesia bagian tengah ( garis Alfred Russel Wallacea ), yaitu Komodo, Tapir, Babirusa, dan Anoa dapat dibantu dengan kalimat“ Kota Barua”. Contoh lain, misalnya untuk mengingat tahap-tahap pembelahan sel secara Meiosis khususnya pada tahap Profase I adalah Leptoten, Zygoten, Pakiten, Diploten, dan Diakinesis dapat dibantu dengan kalimat “ Lezy Pak Didik “ begitu dan seterusnya. Cara membuat "jembatan keledai" ini terserah kita, yang penting apa yang harus kita ingat itu dapat segera dimunculkan kembali.

Disamping membuat “jembatan keledai”, masih ada lagi cara membuat kita mudah ingat, yaitu dengan cara membuat “mind mapping” atau peta pikiran alias peta konsep. Agar dapat membuat “mind mapping” dengan baik, pada saat membaca harus dapat membedakan mana yang termasuk bagian inti (ide pokok) dan yang mana bagian pelengkap (fakta pendukung). Bila kita sudah mahir membedakan dua hal tersebut, maka kita akan mudah membuat “mind mapping” (peta konsep). Dengan cara kita membuat “mind mapping” ini, masalah yang sulit dapat dibuat mudah dan materi yang banyak dapat dibuat menjadi sedikit. Dengan demikian otak kita menjadi lebih mudah mengingat.

3. PENUTUP


Tips belajar Biologi di atas baru bermanfaat manakala kita laksanakan dengan kesungguhan hati disertai niat dan motivasi tinggi, penuh konsentrasi, dilakukan secara teratur (kontiniu) dan harus sering diulang. Jika cara – cara di atas kita laksanakan sebaik-baiknya, maka kita akan tercengang melihat hasilnya. Selamat mencoba dan semoga berhasil...

Jumat, 21 Mei 2010

Islamisasi Sains

oleh : M. Ihsan Dacholfany

PENDAHULUAN

Upaya menggagas islamisasi sains, dengan demikian dapat dipahami dalam kerangka revolusi sains menurut Thomas Kuhn, yaitu bahwa perkembangan sains dimulai dari krisis paradigma ilmu normal, diikuti oleh pengajuan paradigma baru dan periode pengembangan sains normal berbasis paradigma baru ini, kemudian diikuti oleh krisis lagi dan seterusnya.

Kerangka krisis paradigma sebagai perangkat revolusi atau pembaruan ilmu ini juga harus diberlakukan atas ilmu-ilmu agama yang diklaim telah diturunkan dari Al Qur’an dan Hadits. Penulis harus mengatakan bahwa perubahan paradigmatik yang paling mengundang kontroversi adalah perubahan-perubahan pada khasanah ilmu-ilmu agama karena ini berkaitan dengan dasar-dasar keyakinan manusia. Kata “Tauhid” sebagai cabang ilmu agama, misalnya, adalah sebuah kata asing dalam Al Qur’an, namun diyakini oleh mayoritas muslim dunia sebagai semacam pondasi Islam. Padahal, kata “iman” jauh lebih mendasar dan memiliki rujukan yang jauh lebih banyak dalam Al Qur’an. Akan tetapi, realitas wacana keislaman menunjukkan seolah “tauhid” lebih penting daripada “iman”, seperti tercermin dalam istilah “tauhid sosial”, misalnya. Makalah pendek ini akan mencoba menggagas aspek-aspek epistemologi sains baru ini.

Upaya melakukan kritik terhadap ilmu-ilmu agama ini bukanlah hal yang baru, bahkan telah dilakukan oleh pujangga besar Sir Muhammad Iqbal dalam disertasinya di awal abad 20 dalam “The Reconstruction of Islamic Thoughts”.

Upaya-upaya membangun kembali sains telah dicoba dimulai melalui upaya-upaya “islamisasi sains” oleh Sir Naquib Allatas pada awal 1970-an, dan diwujudkan dalam sebuah institusi pendidikan, yaitu Universitas Islam Internasional di Kuala Lumpur pada awal tahun 1980-an yang disponsori oleh Organisasi Konferensi Islam. Kelahiran beberapa UIN dari eks IAIN di Indonesia sedikit banyak mencerminkan upaya islamisasi sains ini. Sekalipun “islamisasi sains” mungkin kontroversial, penulis memahaminya sebagai upaya membangun sains baru ini.

Mudah-mudahan makalah ini dapat menjadikan kajian bersama dalam memahami sains menurut konsep Islam dengan kenyataan kehidupan sekarang ini.

SAINS

Secara sederhana sains merupakan tubuh pengetahuan (body of knowledge), Pengertian itu muncul penemuan ilmiah yang dikelompokkan secara sistematis.Sains juga dapat berupa produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dll. Sains juga dapat berarti suatu metoda khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Sains sebagai proses dapat berupa metoda ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan pembuktian suatu kebenaran yang objektif. Sains sebagai proses yang dilakukan melalu metoda ilmiah ini, terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah sehingga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.

Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat menghasilkan suatu produk. Produk tersebut biasa disebut dengan teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu.

Sumbangan konsep dan ide dalam sains terbukti telah banyak mengubah pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Contoh-contoh sumbangan konsep dan ide sains diantaranya :

1. Teori Relativitas Einstein. Teori relativitas umum ini misalnya telah mengubah pandangan orang secara drastis akan sifat kepastian waktu serta sifat massa yang dianggap tetap.
2. Pengamatan bintang-bintang oleh Edwin Hubble melalui teleskop di Gunung Wilson pada tahun 1920-an misalnya, membawa beberapa implikasi seperti adanya galaksi lain selain Bimasakti dan adanya penciptaan alam semesta secara ilmiah dengan makin populernya teori ledakan besar (Big Bang).
3. Teori grafitasi Newton yang dapat membuktikan bahwa planet berputar pada porosnya dan bergerak mengelilingi matahari pada lintasan tertentu.

Teori-teori dalam sains terus berkembang dengan pesatnya, menggantikan berbagai teori yang ternyata terbukti salah setelah melalui konfirmasi percobaan ataupun memperbaiki dan melengkapi teori yang telah ada sebelumnya. Suatu teori adalah suatu konstruksi yang biasanya dibuat secara logis dan matematis yang bertujuan untuk menjelaskan fakta ilmiah tentang alam sebagai mana adanya. Suatu teori yang baik harus mempunyai syarat lain selain dapat menjelaskan, yaitu dapat memberikan adanya prediksi.

Dari ketiga contoh di atas kadang manusia lupa , siapa yang menciptakan ruang, masa dan waktu yang disampaikan Einstein tersebut ?. Siapa yang menciptakan bintang dan benda-benda langit lainnya yang diamati Hubble ?. Dan siapakan yang menciptakan gravitasi dengan bumi planet lainnya yang diamati Newton ?. Melupakan yang causal itulah yang membuat orang sekuler !

Jadi untuk menghindari sekulerisme tersebut dalam sains diperlukan suatu bimbingan. Dan bimbingan agar manusia tidak takabur adalah agama. Agama tersebut diantaranya adalah Islam.

ISLAMISASI SAINS

Islamisasi sains tidak hanya berarti menyisipkan ayat-ayat suci Al Quran yang sesuai dengan konsep tertentu dalam sains. Tetapi terfokus kepada bagaimana islam sebagai pondamen nilai yang mengikat sains (value bound ). Atau bagaimana pemahaman sains dapat meningkatkan kadar iman dan takwa terhadap sang Kholiq. Jadi penulis membuat istilah Islamisasi Sains ke dalam dua katagori : (1) Islam to Sains; (2) Sains to Islam

Dasar pemikiran tersebut berangkat dari lima ayat dalam Surat Al-Alaq ; Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah yang mengajarkan dengan pena. Mengajar manusia hal-hal yang belum diketahuinya (Q. S. Al-Alaq:1-5). Lima ayat ini bukan sekadar perintah untuk membaca ayat quraniyah. Terkandung di dalamnya dorongan untuk membaca ayat-ayat kauniyah di alam. Manusia pun dianugerahi kemampuan analisis untuk mengurai rahasia di balik semua fenomena alam. Kompilasi pengetahuan itu kemudian didokumentasi dan disebarkan melalui tulisan yang disimbolkan dengan pena. Pembacaan ayat-ayat kauniyah ini akhirnya melahirkan sains. Ada astronomi, fisika, kimia, biologi, geologi, dan sebagainya.

Mari kita kaji kedua katagori tersebut ke dalam contoh berikut :

Teori klasik menyatakan alam ini terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara, api dan air. Mari kita analisa, disadari atau tidak oleh kita, isyarat itu mewarnai apa yang kita pelajari tetang alam ini; Mengapa daratan dibuat dengan ketinggian yang berbeda, tentunya agar air dapat mengalir melewati sungai, sehingga memberi kehidupan pada makhluk yang dilewatinya. Demikian juga dengan tekanan dan suhu udara. Tekanan dan suhu udara dibuat berbeda-beda di setiap lapisan (atmosfer) dan di setiap tempat. Hal itu menyebabkan timbulnya angin. Dan angin dapat menimbulkan perubahan cuaca, salah satunya dapat menimbulkan hujan. Hujan dapat menyuplai air ke permukaan bumi, dimana air merupakan sumber kebutuhan utama bagi kehidupan manusia.

Marilah kita renungkan, baik fenomena alam yang terjadi disekitar kita, maupun aktivitas yang kita lakukan sehari-hari. Berapakah ketinggian gunung, kedalaman laut, tekanan udara, kelajuan angin dan banyak lagi penomena alam lainya. Demikian juga keadaan fisik dan aktivitas yang kita lakukan. Berapakah berat badan kita, tinggi badan kita, suhu badan kita, lama hidup kita di dunia, dan banyak hal lain lagi yang dapat dianalisa sebagai bahan renungan kita terhadap kebesaran yang maha kuasa.

Oleh karena itu, kita ”wajib” meyakini bahwa bukan kita manusia, hewan atau tumbuhan yang telah menciptakan benda dengan berbagai ukuran, tetapi ”Allahlah” yang telah menciptakannya seperti apa yang diisyaratkan oleh Allah dalam Quran Surat Al Qomar ayat 49, Yang artinya : Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

Besaran-besaran yang dapat diukur itu merupakan besaran fisika atau biasa disebut dengan besaran fisis. Allah telah menciptakan ; ketinggian, suhu, tekanan, kelajuan, berat, waktu dan banyak lagi besaran fisika lainnya. Semuanya diciptakan Allah memiliki ukuran tertentu yang dinyatakan dalam satuan ukur.

Dari salah satu contoh sains di atas, maka dari esensinya, sains sudah Islami. Hukum hukum yang digali dan dirumuskan sains seluruhnya tunduk pada hukum Allah. Pembuktian teori-teori sains pun dilandasi pencarian kebenaran, bukan pembenaran nafsu manusia. Dalam sains, kesalahan analisis dimaklumi, tetapi kebohongan adalah bencana.

Contoh lain adalah kekeliruan analisis terhadap hukum kekekalan massa dan energi. Massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat berubah ke dalam bentuk lain. Hukum konservasi massa dan energi ini dinilai menentang tauhid Padahal, hukum ini adalah hukum Allah yang dirumuskan manusia, bahwa massa dan energi tidak bisa diciptakan dari ketiadaan dan tidak bisa dimusnahkan, alam dan manusia hanya bisa mengalihkannya menjadi wujud yang lain. Hanya Allah yang kuasa menciptakan dan memusnahkan. Bukankah itu sangat Islami?

Jadi, Islamisasi sains bukan menempatkan Ayat Alquran sebagai alat analisis sains. Dalam sains, rujukan yang dipakai mesti dapat dipahami siapa pun tanpa memandang sistem nilai atau agamanya. Tidak ada sains Islam dan sains non-Islam, yang ada saintis Muslim dan saintis non-Muslim. Pada merekalah sistem nilai tidak mungkin dilepaskan. Memang tidak tampak dalam makalah ilmiahnya, tetapi sistem nilai yang dianut seorang saintis kadang tercermin dalam tulisan populer atau semi-ilmiah. “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Maka, riset saintis Muslim berangkat dari keyakinan bahwa Allah pencipta dan pemelihara alam serta hanya karena-Nya pangkal segala niat. Atas dasar itu, setiap tahapan riset yang menyingkap mata rantai rahasia alam disyukuri bukan dengan berbangga diri, melainkan dengan ungkapan “Rabbana maa khaalaqta haadza baathilaa”. Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia (Q. S. 3:191).
Uraian di atas menunjukan Islam to sains, yaitu riset saintis muslim yang berangkat dari keyakinan bahwa Allah pencipta dan pemelihara alam semesta, dan keyakinan itu bersumber dari Al Quran dan Al Hadits. Sekarang bagaimanakah memahami Sains to Islam ?. Marilah kita mulai dengan sebuah contoh !

Apa yang ada dalam benak pikiran kita tentang api ? Api adalah panas, api adalah terang atau berwarna. Api adalah panas dan panas adalah kalor dan kalor berhubungan dengan suhu / temperature (T). Warna apa sajakah yang kita lihat dari api ? merah, kuning, hijau, biru dll. Warna adalah gelombang dan gelombang berhubungan dengan panjang gelombang/ lamda (λ). Panas manakah api merah dan api biru ? besar manakah panjang gelombang merah dan panjang gelombang biru ?. Hubungan antara panjang gelombang dengan suhu merupakan sebuah teori dan fakta yang biasa disebut dengan konsep. Dan konsep merupakan sains. Lalu apa yang merupakan sumber dari api ? mengapa api panas ? dan siapa yang menciptakan warna ?.

Dari pemahaman konsep sains tersebut dapat menggiring manusia kepada keyakinan bahwa segala sesuatu ada yang menciptakan yaitu Allah SWT. Jadi Sains to Islam suatu keyakinan terhadap Allah berdasarkan analisis terhadap bukti yang diciptakan-Nya. Dan analisis terhadap bukti yang diciptakaNya dapat dilakukan dengan suatu metode, dan metode tersebut adalah metode ilmiah, sebagai contoh :

Dalam tulisan ini diajukan sebuah paradigma sains alternatif. Untuk tujuan ini harus dikatakan, bahwa kata “iman” dan beragam bentuk turunannya amat banyak dibicarakan dalam al Qur’an, sehingga sesungguhnya lebih layak dipakai sebagai basis sains daripada kata “tauhid” yang sama sekali tidak dipakai dalam Al Qur’an. Bahkan jibril seolah membagi Al Qur’an ke dalam sebuah sistematika tertentu, yaitu iman, islam, ihsan, dan sa-ah.

Al Qur’an harus dipandang sebagai kerangka sistem aksiomatika ilmu -terutama ilmu sosial- karena tidak ada keraguan di dalamnya (la rayba fii hi), bahkan memberi penjelasan atas segala sesuatu (tibyaanan li kulli syai’in). Al Quran tersusun oleh kerangka teoretik ilmu-ilmu sosial (ayat-ayat muhkamaat), sedangkan lainnya merupakan penjelasan kerangka teori ilmu-ilmu sosial tersebut yang disajikan melalui perumpamaan-perumpamaan astronomi, biologi, fisika, dsb. (ayat-ayat mutasyaabihaat). Jadi, perbedaan antara muhkamat dan mutasyabihat adalah perbedaan antara isi/kandungan dengan bungkus/kandang, bukan anatara ayat yang jelas dan yang tidak jelas. Sebab jika hal ini menyangkut ayat-ayat yang jelas dan tidak jelas, kedudukan Al Quran sebagai petunjuk dan pedoman hidup tidak bisa lagi dipertahankan.

Al Qur’an sendiri mengajukan definisi sains, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Ar-Rachman. Lima ayat pertama surat Ar Rachman memberi definisi sains alternatif, yaitu saat mendefinisikan al bayyan sebagai rangkaian informasi dari Allah swt. tentang astronomi, biologi, dan kehidupan sosial. Model kognitif atau metodologi sains alternatif bisa dirumuskan dengan memperhatikan surat Yunus : 5 yang menggambarkan metodologi sains ini melalui perumpaman astronomi. Jika realisme dan naturalisme dapat diibaratkan sebagai sebuah metode gerhana bulan (moon eclipse) , dan idealisme sebagai gerhana matahari (sun eclipse), maka metodologi alternatif ini adalah metode non-gerhana. Jika bulan melambangkan manusia, bumi melambangkan alam, dan matahari melambangkan Sang Pencipta, maka gerhana bulan menggambarkan penyembahan manusia atas alam semesta, sedangkan gerhana matahari menggambarkan penuhanan manusia atas dirinya sendiri.

Penuhanan diri sendiri yang sering dilakukan oleh para pemimpin agama gadungan digambarkan Qur’an melalui upaya-upaya kadzdzaba, yaitu “yaktubuuna al kitaaba bi aydii-him, tsumma yaquluuna haadza min ‘indillah, liyastaruu bihi tsmanan qaliilan”. Sementara penuhanan pada alam dilakukan oleh para saintis melalui proses-proses “pencurian” ilmu (tawallay), dengan mengatakan “penemuanku” daripada mengatakan “sunnatullah”.

PERLUKAH ISLAMISASI SAINS ?

Sebenarnya, perlukah Islamisasi sains ? Dari uraian di atas sudah jelas, maka untuk memperjelas atas jawaban tersebut dengan kita kaji lima ayat ini. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah yang mengajarkan dengan pena. Mengajar manusia hal-hal yang belum diketahuinya (Q. S. Al-Alaq:1-5). Lima ayat ini bukan sekadar perintah untuk membaca ayat quraniyah. Terkandung di dalamnya dorongan untuk membaca ayat-ayat kauniyah di alam. Manusia pun dianugerahi kemampuan analisis untuk mengurai rahasia di balik semua fenomena alam. Kompilasi pengetahuan itu kemudian didokumentasi dan disebarkan melalui tulisan yang disimbolkan dengan pena. Pembacaan ayat-ayat kauniyah ini akhirnya melahirkan sains. Ada astronomi, fisika, kimia, biologi, geologi, dan sebagainya.

Maka dari esensinya, sains sudah Islami, Hukum-hukum yang digali dan dirumuskan sains seluruhnya tunduk pada hukum Allah. Pembuktian teori-teori sains pun dilandasi pencarian kebenaran, bukan pembenaran nafsu manusia. Dalam sains, kesalahan analisis dimaklumi, tetapi kebohongan adalah bencana. Al Faruqi menetapkan lima sasaran dari rencana kerja Islamisasi Sains atau Ilmu, yaitu:

1. Menguasai disiplin-disiplin modern
2. Menguasai khazanah Islam
3. Menentukan relevansi Islam yang spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern
4. Mencari cara-cara untuk melakukan sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan Khazanah ilmu pengetahuan modern.
5. Mmengarahkan pemikiran Islam ke lintasan-lintasan yang mengarah pada pemenuhan pola rancangan Allah.

Hukum konservasi massa dan energi yang secara keliru sering disebut sebagai hukum kekekalan massa dan energi sering dikira bertentangan dengan prinsip tauhid. Padahal itu hukum Allah yang dirumuskan manusia, bahwa massa dan energi tidak bisa diciptakan dari ketiadaan dan tidak bisa dimusnahkan. Alam hanya bisa mengalihkannya menjadi wujud yang lain. Hanya Allah yang kuasa menciptakan dan memusnahkan. Bukankah itu sangat Islami?

Demikian juga tetap Islami sains yang menghasilkan teknologi kloning, rekayasa biologi yang memungkinkan binatang atau manusia memperoleh keturunan yang benar-benar identik dengan sumber gennya. Teori evolusi dalam konteks tinjauan aslinya dalam sains, juga Islami bila didukung bukti saintifik. Semua prosesnya mengikuti sunnatullah, yang tanpa kekuasaan Allah semuanya tak mungkin terwujud.

Jadi, Islamisasi sains kurang tepat. Menjadikan ayat-ayat Alquran sebagai rujukan, yang sering dianggap salah satu bentuk Islamisasi sains, juga bukan pada tempatnya. Dalam sains, rujukan yang digunakan semestinya dapat diterima semua orang, tanpa memandang sistem nilai yang dianutnya. Tegasnya, tidak ada sains Islam dan sains non-Islam.

Hal yang pasti ada hanyalah saintis Islam dan saintis non-Islam. Dalam hal ini sistem nilai tidak mungkin dilepaskan. Memang tidak akan tampak dalam makalah ilmiahnya, tetapi sistem nilai yang dianut seorang saintis kadang tercermin dalam pemaparan yang bersifat populer atau semi-ilmiah.

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Maka, riset saintis Islam berangkat dari keyakinan bahwa Allah pencipta dan pemelihara alam serta hanya karena-Nya pokok pangkal segala niat. Atas dasar itu, setiap tahapan riset yang menyingkapkan satu mata rantai rahasia alam semestinya disyukurinya dengan ungkapan “Rabbana maa khaalaqta haadza baathilaa, Tuhan kami tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia” (Q. S. 3:191), bukan ungkapan bangga diri.

Apakah ide Islamisasi Sains Mendesak ?

1. Sebab Ilmu yang rusak, adalah sumber dari kerusakan, dari ilmu yang rusak, lahir pula ilmuwan atau saintis yang rusak, bahkan ulama yang rusak, padahal tujuan ilmu mengantarkan manusia tidak syirik, melahirkan kebahagiaan dan peradaban yang maju
2. Imam Al-Ghazali dalam Ihya ’ Ulumuddin : Rakyat yang rusak gara-gara penguasa / Pemimpin yang rusak dan penguasa rusak, gara-gara ulama yang rusak dan ulama rusak terjangkit penyakit “Hubbu dunya (Cinta Dunia)

KESIMPULAN

Dalam rangka keluar dari krisis manusia modern sebagai krisis ilmu ini, ummat Islam perlu bekerja keras untuk membangun kerangka paradigmatik sains alternatif, dengan ciri pokok sebagai berikut :

1. Menjadikan Al Qur’an sebagai sebuah sistem aksiomatika sains sosial (sunnaturasul).
2. Sains alam (ayat-ayat mutasyabihaat) menyediakan data-data penjelasan bagi sains sosial (ayat-ayat muhkamaat) –sosiologi, ekonomi, politik, sejarah. Sains sosial berada dalam hirarki ilmu yang lebih tinggi daripada sains alam.
3. Ilmu dikembangkan dengan model kognitif atau metodologi non-gerhana, sebut saja metode “ibda’ bismillah wa akhir ha bil hamdulillah) di mana Allah swt sebagai wakil, manusia sebagai mutawakkil, dan alam sebagai ladang pengabdian manusia pada Allah swt yang senantiasa dilakukan “dengan asma Allah (bi-ismi-Allah), dan diakhiri dengan “sikap menyanjung kehidupan menurut ilmu Allah (al-hamdulillah)”.

PENUTUP

Terlepas dari perdebatan tentang perlu tidaknya Islamisasi Sains atau bagi yang mengganggap perlu kemudian juga berdebat tentang pengertian dan metode Islamisasi tersebut, adalah sungguh menarik kita melihat perkembangan pemikiran tersebut. Tradisi berfikir ilmiah, realistis sekaligus idealis, namun tidak ‘jauh’jauh’ dari wahyu ini tentu saja perlu untuk menjadi contoh bagi perkembangan intelektualitas ummat selanjutnya. Gambaran tokoh-tokoh di atas yang dalam kurun dua dasawarsa telah menyumbangkan sebuah ‘pentas’ perdebatan yang tak jarang meninggalkan dokumen otektik berupa buku, makalah atau dokumentasi lainnya kemudian mungkin meninggal kan sebuah pertanyaan. Mungkinkah upaya ini masih banyak dibaca oleh generasi selanjutnya ? Apakah upaya yang menghabiskan waktu, tenaga dan fikiran itu bisa menjadi dasar untuk bangkitnya ilmuan Islam selanjutnya ?

Demikian.Wallahu Alam Bissawab.

DAFTAR PUSTAKA

Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)

Herati Nurhadi dalam M. Sastrapateja dkk., Menguak Mitos-mitos Pembangunan: Telaah Etis dan Kritis (Jakarta: Gramedia, 1986),

Akbar S. Ahmed, Postmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam, cet. IV, (Bandung: Mizan, 1996),

Djamaluddin Ancok & Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, Cet. IV,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),

Abdurrahmansyah, Prinsip-prinsip Filosofis Kurikulum Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi), (Yogyakarta: tesis MSI UII, 2000),

Nuim Hidayat, “Bahaya Sekularisasi Pendidikan”, Harian Umum Republika, (25 Maret 2003), Hal. 5, Kolom V.

Ismail Raji Al Faruqi dan Lamya Al Faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. Moh. Ridzuan Othman et. Al., (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1992).

Buku Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Anas Mahyudin, Ilamisasi Pengetahuan, (Bandung: Pustaka, 1995).

Buku ini telah juga telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Rahmani Astuti, Tauhid, (Bandung, Pustaka, 1982).

Abdurrahmansyah, Prinsip-prinsip Filosofis Kurikulum Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi), (Yogyakarta: tesis MSI UII, 2000), hal. 29.

Fazlur Rahman, “Islamisasi Ilmu: Sebuah Respon”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, nomor:4, Vol. III,1992,

M. Ihsan Dacholfany adalah Sekjur STAI Bani Saleh Bekasi

Senin, 22 Maret 2010

Jawaban Kreatif Diperoleh dengan Kemampuan Otak Kanan

Penelitian yang dilakukan selama beberapa dasawarsa terakhir memperlihatkan perihal apa yang disebut teori dominansi otak. Temuan itu menunjukkan bahwa masing-masing belahan otak-kiri dan kanan-cenderung berspesialisasi dan melakukan fungsi-fungsi yang berbeda, mengolah jenis-jenis informasi yang berbeda, dan mengatasi jenis masalah yang berbeda.
Otak belahan kiri melakukan bagian yang lebih logis (verbal), belahan kanan adalah bagian yang lebih intuitif dan kreatif. Belahan kiri berkaitan dengan kata, belahan kanan dengan gambar; belahan kiri dengan pembagian dan hal-hal spesifik, belahan kanan keseluruhan dan hubungan antar bagian. Belahan kiri dengan analisa, yang berarti menguraikan.
Selain itu, otak belahan kanan bekerja sintesis, yang berarti menyatukan. Otak kiri bekerja secara runtut; otak belahan kanan berpikir serentak dan menyeluruh. Sementara belahan kiri terikat oleh waktu dan belahan otak kanan bebas waktu. Meski demikian dominasi salah satu sisi pada diri seseorang kerap kali terjadi.
Idealnya adalah kita mampu mengolah dan mengembangkan kemampuan antara otak dan kiri. Antara kedua otak itu memiliki perlintasan yang baik sehingga orang dapat merasakan terlebih dahulu apa yang diperlukan oleh situasi dan kemudian menggunakan alat yang tepat untuk menanganinya. Hingga kini, kita hidup dalam sebuah dunia yang terutama didominasi oleh otak kiri, di mana kata-kata dan ukuran dan logika berkuasa, dan aspek yang lebih kreatif, intuitif, perasaan, artistik dari sifat kita sering dinomorduakan. Banyak dari kita merasa lebih sulit untuk menyadap kapasitas otak kanan kita. Seharusnya kita sadar sehingga bisa menggunakan pikiran kita untuk memenuhi kebutuhan spesifik dengan cara yang lebih efektif.
Meluaskan Perspektif
Karena kita terlalu didominasi oleh otak kira ada baiknya kita berupaya menyadap kemampuan otak kanan. Bisa dilakukan dengan memperluas persepsi kita pada suatu masalah yang dihadapi. Ketika kita terlempar keluar dari lingkungan dan pola pikir otak kiri dan masuk kedalam otak kanan melalui pengalaman yang luar biasa. Penyakit parah, kebangkrutan atau kemalangan yang besar hingga kita mundur jauh ke belakang atau pengalaman yang lebih tragis kita-seolah-olah pikiran kita sendiri tidak berfungsi. "Saya sudah tidak mampu berpikir".
Pada situasi tragis semacam itu, kita dihadapkan oleh situasi ketidakmentuan, keraguan dan skeptis terhadap kehidupan itu sendiri hingga muncul pertanyaan sederhana namun sangat penting, "Apa sebenarnya tujuan hidup ini?". "Mengapa harus saya kerjakan pekerjaan ini?" Saat inilah, otak kanan kita mulai berupaya memainkan peran, yang memperluas, sintesis dan secara kreatif berupaya mencari jawaban-jawaban baru secara kreatif pula.

Kamis, 14 Mei 2009

7 KIAT MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)



Emosi adalah hal begitu saja terjadi dalam hidup Anda. Anda menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon Anda terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada Anda.
Membahas soal emosi maka sangat kait eratannya dengan kecerdasan emosi itu sendiri dimana merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadap frustasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan mampu mengendalikan stres.
Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri dan kendali dorongan hati, ketekunan,semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial.
Ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi antara lain misalnya kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain,kemampuan berkomunikasi, kerjasama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya.
Nah, agar kecerdasan emosional Anda terjaga dengan baik, berikut 7 ketrampilan yang harus Anda perhatikan dan tak ada salahnya Anda coba:

Mengenali emosi diri

Ketrampilan ini meliputi kemampuan Anda untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya Anda rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, Anda harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa, rasa bersalah, kesepian.

Melepaskan emosi negatif

Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres.
Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.

Mengelola emosi diri sendiri

Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa.
Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda.
Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional-menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati–adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Mengenali emosi orang lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan ketrampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Ketrampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.

Mengelola emosi orang lain

Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antar pribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia.
Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi semakin tinggi pula kemampuannya untuk mengelola emosi orang lain.

Memotivasi orang lain

Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari ketrampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.
Jadi, sesungguhnya ketujuh keterampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Anda tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau Anda tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah Anda memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain. Mudah-mudahan kiat di atas dapat membantu Anda meningkatkan kecerdasan emosional Anda. Selamat mencoba!

Selasa, 05 Mei 2009

PENGEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL, EMOSIONAL

Kata pengembangan bermakna : (1) peningkatan (up-grading), (2) perluasan (ekstensifikasi), (3) pendalaman (intensifikasi) dan penyesuaian (adaptasi). Jadi pengembangan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual bermakna peningkatan, perluasan, pendalaman, dan penyesuaian (terhadap perubahan pendangan) mengenai kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual.

Dulu pernah ada pandangan bahwa faktor dominan yang menyebabkan seseorang sukses dalam masyarakat, dunia usaha/industri, dan pemerintahan adalah kecerdasan intelektual. Pengalaman dan hasil penelitian membuktikan bahwa faktor dominan penyebab kesuksesan seseorang adalah kecerdasan spiritual dan emosional.

Daniel Goleman, seorang ahli psikologi berpendapat bahwa IQ hanya menyumbangkan 20% terhadap keberhasilan seseorang, selebihnya ditentukan oleh faktor-faktor lain dimana EQ termasuk di dalamnya (Suyanto dan Djihad Hisyam (2000:9). Disamping itu, ada pernyataan-pernyataan lain sebagai berikut :
Defficient emotional skills may be the reason more than half of all marriages end divorce (rendahnya kecerdasan emosional merupakan penyebab lebih dari setengah perkawinan berakhir dengan perceraian).
In the corporate world, say personnal executives, IQ gets you hired, but EQ gets you promoted (Dalam dunia usaha, misalnya di bagian personalia, IQ membuat seseorang diterima bekerja, tetapi EQ membuat seseorang dipromosikan (Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000:10)
Atas dasar kenyataan dan pandangan-pandangan di atas, sekolah perlu mengadakan reformulasi, reposisi, reorientasi, dan reformasi terhadap konsep dan praktik pendidikan.

Selama ini terdapat kecenderungan bahwa sekolah-sekolah lebih menitikberatkan pada aspek-aspek akademik yang mengarah kepada pengembangan intelektual dan porsi pengembangan emosional dan spiritual agak berkurang. Indikatornya adalah: (1) jumlah jam dan jenis pelajaran yang mengarah kepada pengembangan kecerdasan intelektual relatif lebih banyak; (2) proses pembelajaran termasuk ulangan dan ujian lebih mengarah kepada kemampuan akademik; (3) kejuaraan dan keteladanan siswa lebih bertumpu kepada hal-hal yang bersifat akademik; (4) kriteria kenaikan kelas dan kelulusan lebih dominan pada aspek-aspek akademik.


Kedepan pengembangan intelektual tetap perlu dilakukan terus-menerus, tetapi aspek-aspek pengembangan emosioal dan spiritual harus lebih diperhatikan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut, menurut Patricia Patton (Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000:9) EQ meliputi sifat-sifat atau karakter manusia seperti : (1) self-awareness (kesadaran); (2) mood management (manajemen suasana hati), yaitu optimis, tahan uji, sabar dan sebagainya; self motivation (motivasi diri); impulse control (pengendalian insting atau ledakan-ledakan diri); (5) people skills (ketrampilan). Sementara itu Arif Rachman (Widayati 2002:68,70) menyatakan bahwa hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam EQ (Emotional Quotient) adalah :
(1) kontrol diri
kendali -> akal
perasaan
iman
(2) kemampuan bekerja sama
- pengertian
- tenggang rasa
- pemaaf
- menerima kekurangan
(3) love : cinta
- jujur
- berbagi (kegembiraan/kesedihan)
- perhatian

Selanjutnya, menurut beliau watak yang perlu dikembangkan adalah : (1) fleksibel; (2) keterbukaan; (3) ketegasan; (4) berencana; (5) percaya diri/mandiri; (6) toleransi; (7) disiplin; (8) berani ambil resiko; (9) orientasi pada masa depan dan penyelesaian tugas; (10) bertakwa.

“Tasmara menekankan antara lain pada aspek jiwa kewirausahaan (2002 : 108-109) dan jiwa kepemimpinan (2002:197).
(1) Jiwa kewirausahaan : commitmen, confidence, cooperative, care, creative, challenge, calculation, communication, competitiveness, change.
(2) Jiwa kepemimpinan : credible, confidence, conscience, courage, consequence, commitmen, care, competence, cooperative, confiction, creative, communication
Pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual dapat dilakukan melalui proses pembelajaran dan keteladanan.

Daftar Pustaka :
Drost, J. 2000, Reformasi Pengajaran; Salah Asuhan Orangtua?, Jakarta: PT. Gramedia
Goleman, Daniel. 1996, Kecerdasan Emosional (alih bahasa T. Hermaya), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sri Widayati, C, 2002, Reformasi Pendidikan Dasar, Jakarta : PT Gramedia
Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Tamara, Toto, 2002, Membudayakan Etos Kerja Islami, Jakarta : Gema Insani Pers